Sanjoyo menahan siksaan Belanda demi merahasiakan keberadaan Siswadi. Hendak membalas hutang budi itu, Siswadi mengikuti Sanjoyo ke Sungai Gula di Kalimantan Tengah.

Sanjoyo menahan diri meski telah menambang intan selama tujuh bulan. Ia bertahan akibat perkataan kekasihnya. “Aku ingin seorang yang kaya, tidak macam kau”, kata Sunarsih.

Suatu pagi, ketika menggali di belokan sungai, Sanjoyo mendapatkan intan seharga tiga ratus ribu. Siswadi girang karena berharap Sanjoyo mau pulang kampung. Apalagi Sanjoyo pernah berjanji akan pulang bila mendapatkan intan seharga seratus ribu. Ternyata keberuntungan sebesar itu tidak membuat Sanjoyo puas. Dia masih ingin mendapatkan intan lebih banyak lagi. Ajakan Siswadi untuk pulang pun ditampiknya.

Dorongan rasa sesal dan cinta menyebabkan Sunarsih mencari kekasihnya mengarungi laut Jawa dan menyusuri Sungai Barito. Ketika berjumpa, apa yang diharapkannya berbeda dengan kenyataan.

Sanjoyo menanggapi dingin kedatangan Sunarsih. Sanjoyo sudah berubah menjadi pendendam dan tak kenal rasa kasih sayang. Ia merasa kedatangan Sunarsih ada maunya. Dengan tega Sanjoyo melepaskan senyum ketika Sunarsih tergelincir jatuh ke lubang penggalian dan terbenam.

Jiwa Sanjoyo rusak oleh dendam dan perasaannya sendiri. Kilau intan yang ia sangka bisa membahagiakan justru menghancurkan jiwa. Tubuhnya pun ikut hancur karena jatuh ke jurang akibat mengejar Sarbini, temannya, yang ia curigai telah mengambil intannya yang hilang.